Tuesday, 11 October 2022

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

 

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 2.3

Oleh : Nurlaili Firdausi, S.Pd

CGP ANGKATAN V KABUPATEN MALANG

SMAS ISLAM KEPANJEN

A.   Pemikiran reflektif terkait pengalaman belajar

1.      Pengalaman/materi pembelajaran

Pembelajaran modul 2.3 ini dimulai dengan merefleksi kegiatan supervisi yang sudah berjalan di sekolah mulai dari berapa kali pernah melaksanakan supervisi, apa saja yang dilakukan saat supervisi, dan apa saja manfaat supervisi bagi pendidik.

Pada bagian eksplorasi konsep, bagian yang menarik adalah ketika saya belajar mengenai perbedaan coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Yang dapat saya simpulkan mengenai perbedaan tersebut adalah bahwa coaching lebih fokus pada coachee dengan mendorong jawaban refleksi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong. Berbeda dengan mentoring, konseling, fasilitasi maupun training yang lebih fokus pada orang yang bukan memiliki masalah agar orang tersebut membantu sesuai dengan keahliannya dengan memberikan ide-ide berupa problem solving. Kemudian saya melanjutkan eksplor pada materi paradigma berpikir coaching. Bahwa ada tiga prinsip coaching adalah kemitraan, Proses Kreatif dan memaksimakan potensi. Kemitraan berarti semua dianggap sejajar tidak ada yang lebih ahli maupun lebih tinggi, kreatif berarti mampu mengantarkan seseorang dari situasi saat ini kesituasi masa depan yang lebih ideal, memaksimakan potensi berarti suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang akan dikembangkan.Kemudian dilanjutkan dengan kompetensi coaching antara lain kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot. Kehadiran Penuh kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching.  Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching

 Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya, mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi.

Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah dengan lebih mudah dan mengalir.TIRTA kepanjangan dari T: Tujuan I: Identifikasi R: Rencana aksi TA: Tanggung jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir. Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.

2.      Emosi-emosi yang dirasakan terkait pengalaman belajar

Saya merasa tertarik dengan materi baru ini. Karena sebelumnya kegiatan supervisi yang saya rasakan adalah supervisi dengan versi mentor. Yang mana kegiatan mentoring ini kita hanya fokus salah satu pihak yakni mentor untuk memberi saran dan masukan yang harus dilakukan oleh yang diberi mentoring. Setelah penasara dan tertarik terselip rasa khawatir apakah materi ini bisa saya praktekkan ke rekan sejawat sebagai contoh untuk rekan guru yang lain dan apakah murid bisa mengikuti alur pertanyaan saya untuk mencari problem solvingnya sendiri.

3.      Yang sudah baik berkaitan dengan implementasi dalam proses belajar 

Ketika muncul perasaan khawatir tersebut, saya sadar bahwa ini harus diimplementasikan yang dimulai dari diri sendiri dengan mengimplementasikan materi ini pada rekan sejawat saya. Pada saat itu ketika saya santai di ruang guru, ada guru senior yang tidak mau menggunakan IT di kelas yang beliau ajar karena malas harus belajar lagi. Nah, dari sini saya mengajak beliau mengobrol. Pada saat mengobrol saya memberikan pertanyaan-pertanyaan agar beliau mampu mencari solusi sendiri, akan tetapi tantangannya adalah yang beliau jawab selalu sama “namanya malas ya malas”. Tetapi di akhir saya ngobrol dengan beliau saya mendapat satu point, bahwa memang beliau malas harus belajar dari awal tentang kemampuan tekhnologi, tetapi beliau tidak membatasi kretivitas siswanya dengan memberikan tugas-tugas yang berhubungan dengan tekhnologi.

4.      Yang perlu diperbaiki terkait dengan implementasi dalam proses belajar 

Hal yang perlu di perbaiki adalah mencari informasi bagaimana membuat pertanyaan reflektif yang mampu mendorong kemampuan untuk coachee dalam menganalisis masalah yang dihadapi.

5.      Keterkaitan terhadap kompetensi dan kematangan diri pribadi

Jika pembiasaan tentang bagaimana meng coach ini dilaukan berulang-ulang, maka ini akan membentuk sebuah pembiasaan positif yang akan melahirkan pemikiran-pemikiran positif pula jika secara serentak semua warga sekolah melakukan hal ini, maka terciptalah sebuah budaya positif pada sekolah tersebut.

Pertanyaan yang coach berikan juga mampu menghasilkan sebuah pemikiran-pemikiran kritis yang mampu mendorong untuk kreativitas dari rekan sejawat.

  1. Analisis untuk implementasi dalam proses pembelajaran di kelas

1.      Memunculkan pertanyaan kritis yang berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh

Ketika saya mempelajari modul ini, saya menjadi banyak sekali muncul pertanyaan-pertanyaan dalam diri saya “apakah saya mampu melakukannya” jika saya mampu melakukannya “apakah orang lain bisa saya ajak untuk melakukan hal yang sama dengan saya?”. Saya harus lebih banyak belajar dan mempraktikan coaching dalam kehidupan sehari-hari di sekolah bersama rekan sejawat agar pembiasaan positif ini bisa menjadikan sebuah karakter yang positif dalam diri saya.

2.      Mengolah materi yang dipelajari dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru

Supervisi bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, tetapi supervisi melalui coaching inilah suatu hal yang baru pengetahuan yang sangat luar biasa bagi saya dan harus saya implementasikan dalam kehidupan sehari-hari

3.      Menganalisis tantangan yang sesuai dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)

Sebenarnya tantangan untuk saya adalah bagaimana coaching ini bisa diterapkan pada guru-guru yang senior. Ketika rekan sejawat saya ajak untuk coaching ternyata jawaban dari pertanyaan yang saya ajukan memiliki jawaban yang selalu sama, sehingga kita perlunbanyak stok kesabaran untuk menghadapi beliau

4.      Memunculkan alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
Alternatif dari solusi di atas sebenarnya, saya harus memberikan pertanyaan yang banyak menggugah solusi dari beliau, tentunya dengan lebih banyak kesabaran dan lebih banyak mendengarkan beliau.

  1. Membuat keterhubungan

1.      Pengalaman Masa Lalu

Supervisi bukan merupakan hal yang baru dan sudah sering dilakukan. Ketika kegiatan refleksi pada saat supervisi memang lebih banyak diisi dengan guru yang disupervisi mendengarkan saran dari supervisornya sehingga disini ide itu bukan dari guru yang disupervisi, melainkan dari supervisor sehingga lebih cenderung menggunakan sistem mentoring dalam pelaksanaannya.

2.      Penerapan di masa mendatang

Supervisi melalui paradigma coaching adalah hal yang baru dan perlu diterapkan dalam kegiatan supervisi baik praobservasi maupun pasca observasi, sehingga menciptakan suatu hubungan yang harmonis dan setara antara coach dan coachee. Harapannya bahwa tidak hanya kami para CGP yang mengimplementasikan coachee ini tetapi seluruh supervisor juga harus terlibat dalam pengembangan budaya positif di sekolah ini.

3.      Konsep atau praktik baik yang dilakukan dari modul lain yang telah dipelajari

a.      Pengertian Coaching dan Relevasinya dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara

Kegiatan coaching merupakan salah satu proses "menuntun" kemerdekaan belajar murid dalam kegiatan pembelajaran di sekolah untuk mengeksplorasi dirinya guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya . Hal ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dimana menurutnya pendidikan itu adalah ada proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat.

b.      Implementasi Coaching terhadap pembelajaran berdiferensiasi

dengan berintegrasi terhadap kompetensi social emosional dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu cara meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Guru sebagai coach akan menggali kebutuhan belajar murid dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid.  Secara emosional potensi murid akan dapat mberkembang secara maksimal. Proses coaching tetap memperhatikan ranah social emosional sehingga dapat menyelesaikan setiap masalah yang ada pada murid sesuai dengan kemampuannya sendiri

c.      Implementasi Coaching terhadap pembelajaran berdiferensiasi

Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif 3)merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain 4)membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta 5)membuat keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing murid membuat keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan dengan proses coaching.  

4.      informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.

Informasi mengenai modul 2.3 ini sebetulnya dimulai dari CGP kemudian saya mengeksplorasi lagi dengan mencari banyak informasi dari sumber bacaan yang lain seperti artikel, gambar bercerita, video youtube dan lain sebagainya