KONEKSI
ANTAR MATERI MODUL 2.3
Oleh
: Nurlaili Firdausi, S.Pd
CGP
ANGKATAN V KABUPATEN MALANG
SMAS
ISLAM KEPANJEN
A.
Pemikiran
reflektif terkait pengalaman belajar
1. Pengalaman/materi pembelajaran
Pembelajaran modul 2.3 ini dimulai
dengan merefleksi kegiatan supervisi yang sudah berjalan di sekolah mulai dari
berapa kali pernah melaksanakan supervisi, apa saja yang dilakukan saat
supervisi, dan apa saja manfaat supervisi bagi pendidik.
Pada bagian eksplorasi konsep, bagian yang menarik adalah ketika saya belajar mengenai perbedaan coaching, mentoring, konseling, fasilitasi dan training. Yang dapat saya simpulkan mengenai perbedaan tersebut adalah bahwa coaching lebih fokus pada coachee dengan mendorong jawaban refleksi dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendorong. Berbeda dengan mentoring, konseling, fasilitasi maupun training yang lebih fokus pada orang yang bukan memiliki masalah agar orang tersebut membantu sesuai dengan keahliannya dengan memberikan ide-ide berupa problem solving. Kemudian saya melanjutkan eksplor pada materi paradigma berpikir coaching. Bahwa ada tiga prinsip coaching adalah kemitraan, Proses Kreatif dan memaksimakan potensi. Kemitraan berarti semua dianggap sejajar tidak ada yang lebih ahli maupun lebih tinggi, kreatif berarti mampu mengantarkan seseorang dari situasi saat ini kesituasi masa depan yang lebih ideal, memaksimakan potensi berarti suatu rencana tindak lanjut yang diputuskan oleh rekan yang akan dikembangkan.Kemudian dilanjutkan dengan kompetensi coaching antara lain kehadiran penuh, mendengarkan aktif dan mengajukan pertanyaan berbobot. Kehadiran Penuh kemampuan untuk bisa hadir utuh bagi coachee, atau di dalam coaching disebut sebagai coaching presence sehingga badan, pikiran, hati selaras saat sedang melakukan percakapan coaching. Kehadiran penuh ini adalah bagian dari kesadaran diri yang akan membantu munculnya paradigma berpikir dan kompetensi lain saat kita melakukan percakapan coaching .
Pertanyaan yang diajukan seorang coach diharapkan menggugah orang untuk berpikir dan dapat
menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan hal-hal yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya,
mengungkapkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan
kompetensi.
Melalui model TIRTA, guru diharapkan dapat
melakukan pendampingan kepada murid melalui pendekatan coaching di komunitas sekolah
dengan lebih mudah dan mengalir.TIRTA kepanjangan
dari T: Tujuan I: Identifikasi
R: Rencana aksi TA: Tanggung
jawab. Dari segi bahasa, TIRTA berarti air. Air mengalir dari hulu ke hilir.
Jika kita ibaratkan murid kita adalah air, maka biarlah ia merdeka, mengalir
lepas hingga ke hilir potensinya. Anda, sebagai guru memiliki tugas untuk
menjaga air itu tetap mengalir, tanpa sumbatan.
2.
Emosi-emosi yang dirasakan terkait
pengalaman belajar
Saya merasa tertarik dengan materi
baru ini. Karena sebelumnya kegiatan supervisi yang saya rasakan adalah
supervisi dengan versi mentor. Yang mana kegiatan mentoring ini kita hanya
fokus salah satu pihak yakni mentor untuk memberi saran dan masukan yang harus
dilakukan oleh yang diberi mentoring. Setelah penasara dan tertarik terselip
rasa khawatir apakah materi ini bisa saya praktekkan ke rekan sejawat sebagai
contoh untuk rekan guru yang lain dan apakah murid bisa mengikuti alur
pertanyaan saya untuk mencari problem solvingnya sendiri.
3.
Yang sudah baik berkaitan dengan
implementasi dalam proses belajar
Ketika muncul perasaan khawatir tersebut, saya sadar bahwa ini harus diimplementasikan yang dimulai dari diri sendiri dengan mengimplementasikan materi ini pada rekan sejawat saya. Pada saat itu ketika saya santai di ruang guru, ada guru senior yang tidak mau menggunakan IT di kelas yang beliau ajar karena malas harus belajar lagi. Nah, dari sini saya mengajak beliau mengobrol. Pada saat mengobrol saya memberikan pertanyaan-pertanyaan agar beliau mampu mencari solusi sendiri, akan tetapi tantangannya adalah yang beliau jawab selalu sama “namanya malas ya malas”. Tetapi di akhir saya ngobrol dengan beliau saya mendapat satu point, bahwa memang beliau malas harus belajar dari awal tentang kemampuan tekhnologi, tetapi beliau tidak membatasi kretivitas siswanya dengan memberikan tugas-tugas yang berhubungan dengan tekhnologi.
4.
Yang perlu diperbaiki terkait dengan
implementasi dalam proses belajar
Hal
yang perlu di perbaiki adalah mencari informasi bagaimana membuat pertanyaan
reflektif yang mampu mendorong kemampuan untuk coachee dalam menganalisis
masalah yang dihadapi.
5.
Keterkaitan terhadap kompetensi dan
kematangan diri pribadi
Jika
pembiasaan tentang bagaimana meng coach ini dilaukan berulang-ulang, maka ini
akan membentuk sebuah pembiasaan positif yang akan melahirkan pemikiran-pemikiran
positif pula jika secara serentak semua warga sekolah melakukan hal ini, maka
terciptalah sebuah budaya positif pada sekolah tersebut.
Pertanyaan
yang coach berikan juga mampu menghasilkan sebuah pemikiran-pemikiran kritis
yang mampu mendorong untuk kreativitas dari rekan sejawat.
- Analisis untuk implementasi
dalam proses pembelajaran di kelas
1.
Memunculkan pertanyaan kritis yang
berhubungan dengan konsep materi dan menggalinya lebih jauh
Ketika
saya mempelajari modul ini, saya menjadi banyak sekali muncul pertanyaan-pertanyaan
dalam diri saya “apakah saya mampu melakukannya” jika saya mampu melakukannya “apakah
orang lain bisa saya ajak untuk melakukan hal yang sama dengan saya?”. Saya harus
lebih banyak belajar dan mempraktikan coaching dalam kehidupan sehari-hari di
sekolah bersama rekan sejawat agar pembiasaan positif ini bisa menjadikan
sebuah karakter yang positif dalam diri saya.
2.
Mengolah materi yang dipelajari
dengan pemikiran pribadi sehingga tergali wawasan (insight) baru
Supervisi
bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan, tetapi supervisi melalui
coaching inilah suatu hal yang baru pengetahuan yang sangat luar biasa bagi
saya dan harus saya implementasikan dalam kehidupan sehari-hari
3.
Menganalisis tantangan yang sesuai
dengan konteks asal CGP (baik tingkat sekolah maupun daerah)
Sebenarnya tantangan untuk saya adalah bagaimana coaching ini bisa diterapkan pada guru-guru yang senior. Ketika rekan sejawat saya ajak untuk coaching ternyata jawaban dari pertanyaan yang saya ajukan memiliki jawaban yang selalu sama, sehingga kita perlunbanyak stok kesabaran untuk menghadapi beliau
4. Memunculkan
alternatif solusi terhadap tantangan yang diidentifikasi
Alternatif dari solusi di atas sebenarnya, saya harus memberikan pertanyaan
yang banyak menggugah solusi dari beliau, tentunya dengan lebih banyak
kesabaran dan lebih banyak mendengarkan beliau.
- Membuat keterhubungan
1.
Pengalaman Masa Lalu
Supervisi
bukan merupakan hal yang baru dan sudah sering dilakukan. Ketika kegiatan
refleksi pada saat supervisi memang lebih banyak diisi dengan guru yang disupervisi
mendengarkan saran dari supervisornya sehingga disini ide itu bukan dari guru
yang disupervisi, melainkan dari supervisor sehingga lebih cenderung
menggunakan sistem mentoring dalam pelaksanaannya.
2.
Penerapan di masa mendatang
Supervisi
melalui paradigma coaching adalah hal yang baru dan perlu diterapkan dalam
kegiatan supervisi baik praobservasi maupun pasca observasi, sehingga
menciptakan suatu hubungan yang harmonis dan setara antara coach dan coachee.
Harapannya bahwa tidak hanya kami para CGP yang mengimplementasikan coachee ini
tetapi seluruh supervisor juga harus terlibat dalam pengembangan budaya positif
di sekolah ini.
3.
Konsep atau praktik baik yang dilakukan
dari modul lain yang telah dipelajari
a.
Pengertian Coaching dan Relevasinya
dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Kegiatan
coaching merupakan salah satu proses "menuntun" kemerdekaan belajar
murid dalam kegiatan pembelajaran di sekolah untuk mengeksplorasi dirinya guna
mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya . Hal
ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) dimana menurutnya
pendidikan itu adalah ada proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah
prilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu
maupun bagian dari masyarakat.
b.
Implementasi Coaching terhadap
pembelajaran berdiferensiasi
dengan berintegrasi terhadap kompetensi social emosional dalam kegiatan pembelajaran. Salah satu cara meningkatkan potensi dan kemampuan murid adalah dengan mengintegrasikan pembelajaran berdiferensiasi, dengan memperhatikan kebutuhan belajar murid berdasarkan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar murid. Guru sebagai coach akan menggali kebutuhan belajar murid dengan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki murid. Secara emosional potensi murid akan dapat mberkembang secara maksimal. Proses coaching tetap memperhatikan ranah social emosional sehingga dapat menyelesaikan setiap masalah yang ada pada murid sesuai dengan kemampuannya sendiri
c.
Implementasi Coaching terhadap
pembelajaran berdiferensiasi
Pembelajaran Sosial dan Emosional adalah pembelajaran yang dilakukan secara
kolaboratif seluruh komunitas sekolah. Proses kolaborasi ini memungkinkan anak
dan orang dewasa di sekolah memperoleh dan menerapkan pengetahuan, keterampilan
dan sikap positif mengenai aspek sosial dan emosional. Pembelajaran sosial dan
emosional bertujuan untuk 1) memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan
untuk mengelola emosi 2) menetapkan dan mencapai tujuan positif 3)merasakan dan
menunjukkan empati kepada orang lain 4)membangun dan mempertahankan hubungan
yang positif serta 5)membuat keputusan yang bertanggung jawab. Dalam membimbing
murid membuat keputusan yang bertanggung jawab salah satunya dapat dilakukan
dengan proses coaching.
4. informasi yang didapat dari orang atau sumber lain di luar bahan ajar PGP.
Informasi
mengenai modul 2.3 ini sebetulnya dimulai dari CGP kemudian saya mengeksplorasi
lagi dengan mencari banyak informasi dari sumber bacaan yang lain seperti
artikel, gambar bercerita, video youtube dan lain sebagainya